http://www.investhemat.com/?id=poko76">
http://www.investhemat.com/?id=poko76">
http://www.investhemat.com/?id=poko76">
http://www.investhemat.com/?id=poko76">
http://www.investhemat.com/?id=poko76">
http://www.investhemat.com/?id=poko76">
http://www.investhemat.com/?id=poko76">
http://www.investhemat.com/?id=poko76">
Sabtu, 18 Februari 2012
Sabtu, 04 Februari 2012
PEMASANGAN INFUS INTRAVENA
PEMASANGAN INFUS INTRAVENA
Pengertian : tindakan memasang IV cateter ke dalam vena dengan menggunakan infus set.
tujuan : untuk pengobatan, agar kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi
kebijakan: memasang infus sesuai dengan intruksi dokter, klien dengan kekurangan cairan di berikan cairan infus
Prosedur :
dilakukan pada :
a. klien dengan dehidrasi
b. klien sebelum transfusi darah
c. klien pre dan pasca bedah, sesuai dengan program pengobatan
d. klien yang memerlukan pengobatan di mana pemberiannya harus dengan infus
A. persiapan Klien
1. memberikan penjelasan kepada klien / keluarga tentang tindakan yang akan di lakukan
2. atur posisi klien senyaman mungkin
B. Persiapan Alat
1. seperangkat alat infuset seteril
2. cairan infus yang dibutuhkan
3. jarum infus / IV cateter sesuai ukuran
4. kapas alkohol
5. plester dan gunting verban
6. kasa gulung atau verban gulung atau cobban
7. bengkok
8. standar infus
9. perlak kecil dan alas nya
10. spalk
11. tourniquet
12. sarung tangan ( handscoen )
13. tegaderm atau transparan dressing
C. penatalaksanaan
1. petugas mencuci tangan
2. pasang perlak dan alas nya dibawah anggota tubuh yang akan di pasang infus
3. botol cairan di gantung di standar infus , buka tutup botol infus
4. tusukan bagian pangkal dan runcing botol infus
5. tutup jarunm dibuka , cairan dialirkan sampai tabung tetes dan selang infus , sehingga tidak ada udara diselang infus, lalu diklem dan jarum ditutup kembali , tabung tetesan infus tidak boleh terisi penuhcairan infus.
6. pakai sarung tangan , pilih vena terbaik untuk dipasang infus
7. bendung bagian atas daerah yang akan dipasang infus kurang lebih 10 cm
8. lakukan desinfeksi pada daerah pemasangan infus dengan alkohol 70% dalam diameter minimal 3 cm
9. tusuk vena dengan IV cateter , posisi jarum menghadap ke atas dengan sudut 30 derajat
10. bila sudah berhasil darah akan keluar atau dapat dilihat di IV cateter , lalu mandrin di cabut sambil menekan kulit bagian ujung jarum
11. sambungkan ujung selang infus dengan ujung IV cateter
12. bila tetesan lancar , pangkal jarum diletakan pada kulit dengan plester.
13. atur tetesan infus sesuai dengan program yang telah ditentukan
14. tutup lokasi pemasangan infus dengan tegaderm
15. tulis waktu pemasangan infus dengan lengkap pada tempat yang telah di sediakan atau plester
16. rapikan klien atur posisi klien senyaman mungkin
17. evaluasi respon klien terhadap pemasangan infus
18. rapihkan alat dan kembalikan ketempat semula
19. perawat mencuci tangan
20. lakukan dokumentasi dengan lengkap di catatan perawatan
D. perhatian
- kelancaran cairan dan jumlah tetesan harus tepat sesuai dengan program pengobatan
- bila terjadi hematoem , bengkak dan lain lainpada tempat pemasanganjarum , maka infus harus dihentikan dan di pindah kan pemasangan kebagian tubuh yang lain
- perhatikan reaksi selama 15 menit pertama, bila timbul reaksi alergi ( misalnya: mengigil , urtikaria atau syok ) maka infus haru s siperlambat tetesannya jika perlu di hentikan , segera lapor ke penanggung jawab ruangan atau dokter yang merawat.
- buat catatan pemberian infus secara terinci meliputi :
1. tanggal, hari dan jam dilakukan nya pemasangan infus
2. macam dan jumlah cairan atau obat serta jumlah tetesan permenit
3.keadaan umum klien ( tekanan darah, nadi , dan lain lain)
4. reaksi yang timbul akibat pemberian cairan atau obat.
5. nama dokter dan petugas pelaksana atau yang bertanggung jawab
6. perhatikan tehnik septik dan anti septik
7. cara pemasangan infus harus sesuai dengan perangkat infus yang digunakan.
SOP PEMBERIAN OBAT
PEMBERIAN OKSIGEN
Pengertian : memberikan oksigen kedalam paru - paru klien melalui saluran pernafasan bagian atas dengan menggunakan alat khusus
tujuan : untuk memenuhi kebutuhan osigen sehingga oksigenisasi jaringan terpenuhi
kebijaksanaan : klien yanng membutuhkan oksigen , oksigen segera diberikan
prosedur : Dilakukan pada klien dengan hypoksia atau anoksia yang di sebabkan
1. trauma paru
2. kelumpuhan alat -alat pernafasan
3. syok dan klien dalam keadaan gawat
4. kelainan pada alat pernafasan ( trachiostomy, etlektasis, RDS pada neonatus )
5. kelainan jantung
6. serangan kejang lama
7. sumbatan saluran nafas
8. klien dengan narkose umum
A. persiapan alat
1. satu set alat oksigen lengkap dalam keadaan siap pakai yang terdiri dari :
a. manometer
b. flowmeter
c. humidifier yang sudah terisi cairan aquabides 10 cc
2. selang oksigen
3. kanula hidung, nasal kanul ganda, facemask
4. plester
5. kapas
B. persiapan klien
1. keluarga klien di beritahu / penjelasan tentang prusedur yang akan di laksanakan
2. atur posisi klien senyaman mungkin
C. penatalaksanaan
1. alat -alat didekatkan ke tempat tidur klien
2. petugas mencuci tangan
3. atur posisi sesui dengan kondisi pasien
4. selang disambungkan keregulator , kemusian flowmeter dibuka dan tes ke punggung tangan lalu tutup kembali.
5. lubang hidung klien dibersihkan dengan kapas
6. bila menggunakan:
* MASKER
selang ogsigen dihibungkan dengan masker zat asam atau kateter . masker dipasang pada mulut dan hidung dengan tali dikaitkan kebelakang kepala melewati telinga
* KANULA
ujung kanula dimasukan kedalam lubang hidung , lalu pasang plester pada kedua pipi klien
* OXYHOD( sungkup)
selang oksigen dihubungkan dengan oxyhod melaluo lubang yang tersedia, pemberian osigen minimal 5-7 liter /menit
7. pemberian oksigen ini dapat diteruskan , selang seling ( intermitten) atau terus menerus tergantung program pengobatan.
8. rapihkan dan atur posisi klien senyaman mungkin
9. petugas mencuci tangan
10. catat pemberian oksigen dalam catatan perawatan
D. perhatian
- hindari tindakan yang menyebabkan klien merasa sakit
- tabung oksigen yang berisi harus selalu dalam keadaan terkunci
- pengisian aquabides tidak boleh melewati batas ( level ) dan jaga humidifier jangan sampai kering
- jauhkan oksigen dari api , alkohol dan benda yang dapat menimbulkan kebakaran
- bila pasienn glisah , pasang manset pada tangan
- bersihkan kateter oksigen bila kotor atau digunakan lebih dari 24 jam
- bahaya pemberian oksigen :
menyebabkan retinolental fibrolasias ( kebutaan)
- pemberian oksigen dalam jangka waktu lama tanpa intermiten dapat berdampak terjadinya penurunan fungsi paru( kolaps paru)
Jumat, 03 Februari 2012
Beramal Islami
Beramal Islami di Dalam dan Melalui Jama'ah
> oleh M Anis Matta, kontributor Suara Hidayatullah
>
> Walaupun satu keluarga kami tak saling mengenal
> Himpunlah daun-daun yang berhamburan ini
> Hidupkan lagi ajaran saling mencinta
> Ajari lagi kami berkhidmat seperti dulu
>
> Itulah beberapa bait dari sajak doa Iqbal. Mungkin batinnya menjerit pada
> setiap kesaksiannya atas zamannya; ummat ini seperti daun-daun yang
> berhamburan. Seperti daun-daun yang gugur diterpa angin, tak ada lagi
> kekuatan yang dapat menghimpunnya kembali, menatanya seperti ketika ia
masih
> menggayut pada pohonnya.
>
> Begitulah kenyataan ummat ini; mungkin banyak orang saleh diantara mereka,
> tapi semuanya seperti daun-daun yang berhamburan, tidak terhimpun dalam
> sebuah wadah yang bernama jama'ah. Mungkin banyak orang hebat diantara
> mereka, tapi kehebatan mereka hilang diterpa angin zaman. Mungkin banyak
> potensi yang tersimpan pada individu-individu diantara mereka, tapi
semuanya
> berserakan di sana sini, tak terhimpun.
>
> Maka jama'ah adalah alat yang diberikan Islam bagi umatnya untuk
menghimpun
> daun-daun yang berhamburan itu; supaya kekuatan setiap satu orang saleh,
> atau orang hebat, atau satu potensi, bertemu padu dengan kekuatan
saudaranya
> yang lain, yang sama salehnya, yang sama hebatnya, yang sama potensialnya.
>
> Jama'ah juga merupakan cara yang paling tepat untuk menyederhanakan
> perbedaan-perbedaan pada individu. Di dalam satu jama'ah,
individu-individu
> yang memiliki kemiripan disatukan dalam sebuah simpul. Maka meskipun ada
> banyak jama'ah, itu tetap jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
> Sebab jauh lebih mudah memetakan orang banyak melalui pengelompokan atau
> simpul-simpulnya, ketimbang harus memetakan mereka sebagai individu.
>
> Maka jalan panjang menuju kebangkitan kembali ummat ini, harus dimulai
dari
> menghimpun daun-daun yang berhamburan itu, merajut kembali jalinan cinta
> diantara mereka, menyatukan potensi dan kekuatan mereka, kemudian
> `meledakkannya' pada momentum sejarahnya, menjadi pohon peradaban yang
> teduh, yang menaungi kemanusiaan.
>
> Tapi itulah masalahnya. Ternyata itu bukan pekerjaan yang mudah. Ternyata
> cinta tidak mudah ditumbuhkan diantara mereka. Ternyata orang saleh tidak
> mudah disatukan. Ternyata orang hebat tidak selalu bersedia menyatu dengan
> orang hebat yang lain. Mungkin itu sebabnya, ada ungkapan di kalangan
> gangster mafia; seorang prajurit yang bodoh, kadang-kadang lebih berguna
> dari pada dua orang jenderal yang hebat. Tapi tidak ada jalan lain; nabi
> umat ini tidak akan pernah memaafkan setiap orang diantara kita untuk
> meninggalkan jama'ah semata-mata karena ia tidak menemukan kecocokan
bersama
> orang lain dalam jama'ahnya. Sebab, kekeruhan jama'ah, kata Imam Ali Bin
Abi
> Thalib Ra, jauh lebih baik daripada kejernihan individu.
>
>
> Dari Individu ke Jama'ah
>
> Orang-orang saleh diantara kita harus menyadari, bahwa tidak banyak yang
> dapat ia berikan atau sumbangkan untuk Islam kecuali kalau ia bekerja di
> dalam dan melalui jama'ah. Mereka tidak dapat menolak fakta bahwa tidak
ada
> orang yang dapat mempertahankan hidupnya tanpa bantuan orang lain, bahwa
> tidak pernah ada orang yang dapat melakukan segalanya atau menjadi
> segalanya, bahwa kecerdasan individual tidak pernah dapat mengalahkan
> kecerdasan kolektif. Bekerja di dalam dan melalui jama'ah tidak hanya
> terkait dengan fitrah sosial kita, tapi terutama terkait dengan kebutuhan
> kita untuk menjadi lebih efisien, efektif dan produktif.
>
> Ada juga alasan lain. Kita hidup dalam sebuah zaman yang oleh ahli-ahlinya
> dicirikan sebagai masyarakat jaringan, masyarakat organisasi. Semua
> aktivitas manusia dilakukan di dalam dan melalui organisasi; pemerintahan,
> politik, militer, bisnis, kegiatan sosial kemanusiaan, rumah tangga,
hiburan
> dan lainnya. Itu merupakan kata kunci yang menjelaskan, mengapa masyarakat
> moderen menjadi sangat efektif dan efisien serta produktif.
>
> Masyarakat modern bekerja dengan kesadaran bahwa keterbatasan-keterbatasan
> yang ada pada setiap individu sesungguhnya dapat dihilangkan dengan
mengisi
> keterbatasan mereka itu dengan kekuatan-kekuatan yang ada pada
> individu-individu yang lain.
>
> Jadi kebutuhan setiap individu Muslim untuk bekerja, atau beramal Islami
di
> dalam dan melalui jama'ah, bukan saja lahir dari kebutuhan untuk
> meningkatkan efektivitas, efesiensi dan produktivitasnya, tapi juga lahir
> dari kebutuhan untuk bekerja dan beramal Islami pada level yang setara
> dengan tantangan zaman kita.
>
> Musuh-musuh kita mengelola dan mengorganisasi pekerjaan-pekerjaan mereka
> dengan rapi, sementara kita bekerja sendiri-sendiri, tanpa organisasi, dan
> kalau ada, biasanya tanpa manajemen.
>
> Pilihan untuk bekerja dan beramal Islami di dalam dan melalui jama'ah
hanya
> lahir dari kesadaran mendalam seperti ini. Tapi kesadaran ini saja tidak
> cukup. Ada persyaratan psikologis lain yang harus kita miliki untuk dapat
> bekerja lebih efektif, efisien dan produktif dalam kehidupan berjama'ah.
>
> Pertama, kesadaran bahwa kita hanyalah bagian dari fungsi pencapaian
tujuan.
> Jama'ah didirikan untuk mencapai tujuan-tujuan besar. Untuk jama'ah
bekerja
> dengan sebuah perencanaan dan strategi yang komprehensif dan integral. Di
> dalam strategi besar itu, individu harus ditempatkan sebagai bagian dari
> keseluruhan elemen yang diperlukan untuk mencapainya.
>
> Jadi sehebat apa pun seorang individu, bahkan sebesar apa pun
kontribusinya,
> dia tidak boleh merasa lebih besar daripada strategi dimana ia merupakan
> salah satu bagiannya. Begitu ada individu yang merasa lebih besar dari
> strategi jama'ah, maka strategi itu akan berantakan. Untuk itu setiap
> indvidu harus memiliki kerendahan hati yang tulus.
>
> Kedua, semangat memberi yang mengalahkan semangat menerima. Dalam
kehidupan
> berjama'ah terjadi proses memberi dan menerima. Tapi jika pada sebagian
> besar proses kita selalu berada pada posisi menerima, maka secara perlahan
> kita `mengkonsumsi' kebaikan-kebaikan orang lain hingga habis. Itu tidak
> akan pernah mampu melanggengkan hubungan individu dalam sebuah jama'ah.
> Betapa bijak nasihat KH Ahmad Dahlan kepada warga Muhammadiyah;
> "Hidup-hidupkanlah Muhammadiyah, dan jangan mencari hidup dalam
> Muhammadiyah".
>
> Ketiga, kesiapan untuk menjadi tentara yang kreatif. Pusat stabilitas
dalam
> jama'ah adalah kepemimpinan yang kuat. Tapi seorang pemimpin hanya akan
> menjadi efektif apabila ia memiliki prajurit-prajurit yang taat dan setia.
> Ketaatan dan kesetiaan adalah inti keprajuritan. Begitu kita bergabung
dalam
> sebuah jama'ah, kita harus bersiap untuk menjadi taat dan setia. Tapi
ruang
> lingkup amal Islami yang sangat luas membutuhkan manusia-manusia kreatif.
> Dan kreativitas tidak bertentangan dengan ketaatan dan kesetiaan. Jadi
kita
> harus menggabungkan antara ketaatan dan kreativitas; ketaatan lahir dari
> kedisiplinan dan komitmen, sementara kreativitas lahir dari kecerdasan dan
> kelincahan. Dan itu merupakan perpaduan yang indah.
>
> Keempat, berorientasi pada karya, bukan pada posisi. Jebakan terbesar yang
> dapat menjerumuskan kita dalam kehidupan berjama'ah adalah posisi
> struktural. Jama'ah hanyalah wadah bagi kita untuk beramal. Maka kita
harus
> selalu berorientasi pada amal dan karya yang menjadi tujuan utama kita
> berjama'ah, dan memandang posisi structural sebagai perkara sampingan
saja.
> Dengan begitu kita akan selalu bekerja dan berkarya ada atau tanpa posisi
> struktural.
>
> Kelima, bekerjasama walaupun berbeda. Perbedaan adalah tabiat kehidupan
yang
> tidak dapat dimatikan oleh jama'ah. Maka adalah salah jika berharap untuk
> hidup dalam sebuah jama'ah yang bebas dari perbedaan. Yang harus kita
> tumbuhkan adalah kemampuan jiwa dan kelapangan dada untuk tetap
bekerjasama
> di tengah berbagai perbedaan. Perbedaan tidaklah sama dengan perpecahan,
dan
> karena itu kita tetap dapat bersatu walaupun kita berbeda.
>
>
> Jama'ah yang Efektif
>
> Mungkin jauh lebih realistis untuk mencari jama'ah yang efektif ketimbang
> mencari jama'ah yang ideal. Kita adalah ummat yang sakit. Setiap kita
> mewarisi kadar tertentu dari penyakit tersebut. Jika orang-orang sakit itu
> saling bertemu dalam sebuah jama'ah, pada dasarnya jama'ah itu juga
> merupakan jama'ah yang sakit. Itulah faktanya. Tapi tugas kita menyalakan
> lilin, bukan mencela kegelapan.
>
> Jama'ah yang efektif adalah jama'ah yang dapat mengeksekusi atau
> merealisasikan rencana-rencananya. Kemampuan eksekusi itu lahir dari
> integrasi antara berbagai elemen; ada sasaran dan target yang jelas,
> strategi yang tepat, sarana pendukung yang memadai, pelaku yang bekerja
> dengan penuh semangat, lingkungan strategi yang kondusif. Jama'ah yang
> didirikan untuk kepentingan menegakkan syariat Allah Swt di muka bumi,
akan
> menjadi efektif apabila ia memiliki syarat-syarat berikut ini;
>
> Pertama, ikatannya aqidah, bukan kepentingan. Orang-orang yang bergabung
> dalam jama'ah itu disatukan oleh ikatan aqidah, dipersaudarakan oleh iman,
> dan bekerja untuk kepentingan Islam. Mereka tidak disatukan oleh
kepentingan
> duniawi yang biasanya lahir dari dua kekuatan syahwat; keserakahan (hubbud
> dunya) dan ketakutan (karahiatul maut).
>
> Kedua, jama'ah itu sarana, bukan tujuan. Jama'ah itu tetap diposisikan
> sebagai sarana, bukan tujuan. Sehingga tidak ada alasan untuk memupuk dan
> memelihara fanatisme sekadar untuk menunjukkan kesetiaan pada grup.
> Hilangnya fanatisme juga memungkinkan jama'ah-jama'ah itu saling bekerja
> sama diantara mereka, membangun jaringan yang kuat, dan tidak terjebak
dalam
> pertarungan yang saling mematikan.
>
> Ketiga, sistem, bukan tokoh. Jama'ah itu akan menjadi efektif jika
> orang-orang yang ada di dalamnya bekerja dengan sebuah sistem yang jelas,
> bukan bekerja dengan seseorang yang berfungsi sebagai sistem. Pemimpin dan
> prajurit hanyalah bagian dari strategi, sistem adalah sesuatu yang
terpisah.
> Dengan cara ini kita mencegah munculnya diktatorisme dimana selera sang
> Pemimpin menjelma menjadi sistem.
>
> Keempat, penumbuhan, bukan pemanfaatan. Sebuah jama'ah akan menjadi
efektif
> jika ia memandang dan menempatkan orang-orang yang bergabung ke dalamnya
> sebagai pelaku-pelaku, yang karenanya perlu ditumbuh-kembangkan secara
terus
> menerus, untuk fungsi pencapaian tujuan jama'ah itu. Jama'ah itu akan
> menempatkan dirinya sebagai fasilitator bagi perkembangan kreativitas
> individunya, dan tidak memandang mereka sebagai pembantu-pembantu yang
harus
> dipaksa bekerja keras, atau sapi-sapi yang dungu yang harus diperah setiap
> saat.
>
> Kelima, mengelola perbedaan, bukan mematikannya. Jama'ah yang efektif
selalu
> mampu mengubah keragaman menjadi sumber kreativitas kolektifnya. Dan itu
> dilakukan melalui mekanisme syuro yang dapat memfasilitasi setiap
perbedaan
> untuk diubah menjadi konsensus..
> oleh M Anis Matta, kontributor Suara Hidayatullah
>
> Walaupun satu keluarga kami tak saling mengenal
> Himpunlah daun-daun yang berhamburan ini
> Hidupkan lagi ajaran saling mencinta
> Ajari lagi kami berkhidmat seperti dulu
>
> Itulah beberapa bait dari sajak doa Iqbal. Mungkin batinnya menjerit pada
> setiap kesaksiannya atas zamannya; ummat ini seperti daun-daun yang
> berhamburan. Seperti daun-daun yang gugur diterpa angin, tak ada lagi
> kekuatan yang dapat menghimpunnya kembali, menatanya seperti ketika ia
masih
> menggayut pada pohonnya.
>
> Begitulah kenyataan ummat ini; mungkin banyak orang saleh diantara mereka,
> tapi semuanya seperti daun-daun yang berhamburan, tidak terhimpun dalam
> sebuah wadah yang bernama jama'ah. Mungkin banyak orang hebat diantara
> mereka, tapi kehebatan mereka hilang diterpa angin zaman. Mungkin banyak
> potensi yang tersimpan pada individu-individu diantara mereka, tapi
semuanya
> berserakan di sana sini, tak terhimpun.
>
> Maka jama'ah adalah alat yang diberikan Islam bagi umatnya untuk
menghimpun
> daun-daun yang berhamburan itu; supaya kekuatan setiap satu orang saleh,
> atau orang hebat, atau satu potensi, bertemu padu dengan kekuatan
saudaranya
> yang lain, yang sama salehnya, yang sama hebatnya, yang sama potensialnya.
>
> Jama'ah juga merupakan cara yang paling tepat untuk menyederhanakan
> perbedaan-perbedaan pada individu. Di dalam satu jama'ah,
individu-individu
> yang memiliki kemiripan disatukan dalam sebuah simpul. Maka meskipun ada
> banyak jama'ah, itu tetap jauh lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
> Sebab jauh lebih mudah memetakan orang banyak melalui pengelompokan atau
> simpul-simpulnya, ketimbang harus memetakan mereka sebagai individu.
>
> Maka jalan panjang menuju kebangkitan kembali ummat ini, harus dimulai
dari
> menghimpun daun-daun yang berhamburan itu, merajut kembali jalinan cinta
> diantara mereka, menyatukan potensi dan kekuatan mereka, kemudian
> `meledakkannya' pada momentum sejarahnya, menjadi pohon peradaban yang
> teduh, yang menaungi kemanusiaan.
>
> Tapi itulah masalahnya. Ternyata itu bukan pekerjaan yang mudah. Ternyata
> cinta tidak mudah ditumbuhkan diantara mereka. Ternyata orang saleh tidak
> mudah disatukan. Ternyata orang hebat tidak selalu bersedia menyatu dengan
> orang hebat yang lain. Mungkin itu sebabnya, ada ungkapan di kalangan
> gangster mafia; seorang prajurit yang bodoh, kadang-kadang lebih berguna
> dari pada dua orang jenderal yang hebat. Tapi tidak ada jalan lain; nabi
> umat ini tidak akan pernah memaafkan setiap orang diantara kita untuk
> meninggalkan jama'ah semata-mata karena ia tidak menemukan kecocokan
bersama
> orang lain dalam jama'ahnya. Sebab, kekeruhan jama'ah, kata Imam Ali Bin
Abi
> Thalib Ra, jauh lebih baik daripada kejernihan individu.
>
>
> Dari Individu ke Jama'ah
>
> Orang-orang saleh diantara kita harus menyadari, bahwa tidak banyak yang
> dapat ia berikan atau sumbangkan untuk Islam kecuali kalau ia bekerja di
> dalam dan melalui jama'ah. Mereka tidak dapat menolak fakta bahwa tidak
ada
> orang yang dapat mempertahankan hidupnya tanpa bantuan orang lain, bahwa
> tidak pernah ada orang yang dapat melakukan segalanya atau menjadi
> segalanya, bahwa kecerdasan individual tidak pernah dapat mengalahkan
> kecerdasan kolektif. Bekerja di dalam dan melalui jama'ah tidak hanya
> terkait dengan fitrah sosial kita, tapi terutama terkait dengan kebutuhan
> kita untuk menjadi lebih efisien, efektif dan produktif.
>
> Ada juga alasan lain. Kita hidup dalam sebuah zaman yang oleh ahli-ahlinya
> dicirikan sebagai masyarakat jaringan, masyarakat organisasi. Semua
> aktivitas manusia dilakukan di dalam dan melalui organisasi; pemerintahan,
> politik, militer, bisnis, kegiatan sosial kemanusiaan, rumah tangga,
hiburan
> dan lainnya. Itu merupakan kata kunci yang menjelaskan, mengapa masyarakat
> moderen menjadi sangat efektif dan efisien serta produktif.
>
> Masyarakat modern bekerja dengan kesadaran bahwa keterbatasan-keterbatasan
> yang ada pada setiap individu sesungguhnya dapat dihilangkan dengan
mengisi
> keterbatasan mereka itu dengan kekuatan-kekuatan yang ada pada
> individu-individu yang lain.
>
> Jadi kebutuhan setiap individu Muslim untuk bekerja, atau beramal Islami
di
> dalam dan melalui jama'ah, bukan saja lahir dari kebutuhan untuk
> meningkatkan efektivitas, efesiensi dan produktivitasnya, tapi juga lahir
> dari kebutuhan untuk bekerja dan beramal Islami pada level yang setara
> dengan tantangan zaman kita.
>
> Musuh-musuh kita mengelola dan mengorganisasi pekerjaan-pekerjaan mereka
> dengan rapi, sementara kita bekerja sendiri-sendiri, tanpa organisasi, dan
> kalau ada, biasanya tanpa manajemen.
>
> Pilihan untuk bekerja dan beramal Islami di dalam dan melalui jama'ah
hanya
> lahir dari kesadaran mendalam seperti ini. Tapi kesadaran ini saja tidak
> cukup. Ada persyaratan psikologis lain yang harus kita miliki untuk dapat
> bekerja lebih efektif, efisien dan produktif dalam kehidupan berjama'ah.
>
> Pertama, kesadaran bahwa kita hanyalah bagian dari fungsi pencapaian
tujuan.
> Jama'ah didirikan untuk mencapai tujuan-tujuan besar. Untuk jama'ah
bekerja
> dengan sebuah perencanaan dan strategi yang komprehensif dan integral. Di
> dalam strategi besar itu, individu harus ditempatkan sebagai bagian dari
> keseluruhan elemen yang diperlukan untuk mencapainya.
>
> Jadi sehebat apa pun seorang individu, bahkan sebesar apa pun
kontribusinya,
> dia tidak boleh merasa lebih besar daripada strategi dimana ia merupakan
> salah satu bagiannya. Begitu ada individu yang merasa lebih besar dari
> strategi jama'ah, maka strategi itu akan berantakan. Untuk itu setiap
> indvidu harus memiliki kerendahan hati yang tulus.
>
> Kedua, semangat memberi yang mengalahkan semangat menerima. Dalam
kehidupan
> berjama'ah terjadi proses memberi dan menerima. Tapi jika pada sebagian
> besar proses kita selalu berada pada posisi menerima, maka secara perlahan
> kita `mengkonsumsi' kebaikan-kebaikan orang lain hingga habis. Itu tidak
> akan pernah mampu melanggengkan hubungan individu dalam sebuah jama'ah.
> Betapa bijak nasihat KH Ahmad Dahlan kepada warga Muhammadiyah;
> "Hidup-hidupkanlah Muhammadiyah, dan jangan mencari hidup dalam
> Muhammadiyah".
>
> Ketiga, kesiapan untuk menjadi tentara yang kreatif. Pusat stabilitas
dalam
> jama'ah adalah kepemimpinan yang kuat. Tapi seorang pemimpin hanya akan
> menjadi efektif apabila ia memiliki prajurit-prajurit yang taat dan setia.
> Ketaatan dan kesetiaan adalah inti keprajuritan. Begitu kita bergabung
dalam
> sebuah jama'ah, kita harus bersiap untuk menjadi taat dan setia. Tapi
ruang
> lingkup amal Islami yang sangat luas membutuhkan manusia-manusia kreatif.
> Dan kreativitas tidak bertentangan dengan ketaatan dan kesetiaan. Jadi
kita
> harus menggabungkan antara ketaatan dan kreativitas; ketaatan lahir dari
> kedisiplinan dan komitmen, sementara kreativitas lahir dari kecerdasan dan
> kelincahan. Dan itu merupakan perpaduan yang indah.
>
> Keempat, berorientasi pada karya, bukan pada posisi. Jebakan terbesar yang
> dapat menjerumuskan kita dalam kehidupan berjama'ah adalah posisi
> struktural. Jama'ah hanyalah wadah bagi kita untuk beramal. Maka kita
harus
> selalu berorientasi pada amal dan karya yang menjadi tujuan utama kita
> berjama'ah, dan memandang posisi structural sebagai perkara sampingan
saja.
> Dengan begitu kita akan selalu bekerja dan berkarya ada atau tanpa posisi
> struktural.
>
> Kelima, bekerjasama walaupun berbeda. Perbedaan adalah tabiat kehidupan
yang
> tidak dapat dimatikan oleh jama'ah. Maka adalah salah jika berharap untuk
> hidup dalam sebuah jama'ah yang bebas dari perbedaan. Yang harus kita
> tumbuhkan adalah kemampuan jiwa dan kelapangan dada untuk tetap
bekerjasama
> di tengah berbagai perbedaan. Perbedaan tidaklah sama dengan perpecahan,
dan
> karena itu kita tetap dapat bersatu walaupun kita berbeda.
>
>
> Jama'ah yang Efektif
>
> Mungkin jauh lebih realistis untuk mencari jama'ah yang efektif ketimbang
> mencari jama'ah yang ideal. Kita adalah ummat yang sakit. Setiap kita
> mewarisi kadar tertentu dari penyakit tersebut. Jika orang-orang sakit itu
> saling bertemu dalam sebuah jama'ah, pada dasarnya jama'ah itu juga
> merupakan jama'ah yang sakit. Itulah faktanya. Tapi tugas kita menyalakan
> lilin, bukan mencela kegelapan.
>
> Jama'ah yang efektif adalah jama'ah yang dapat mengeksekusi atau
> merealisasikan rencana-rencananya. Kemampuan eksekusi itu lahir dari
> integrasi antara berbagai elemen; ada sasaran dan target yang jelas,
> strategi yang tepat, sarana pendukung yang memadai, pelaku yang bekerja
> dengan penuh semangat, lingkungan strategi yang kondusif. Jama'ah yang
> didirikan untuk kepentingan menegakkan syariat Allah Swt di muka bumi,
akan
> menjadi efektif apabila ia memiliki syarat-syarat berikut ini;
>
> Pertama, ikatannya aqidah, bukan kepentingan. Orang-orang yang bergabung
> dalam jama'ah itu disatukan oleh ikatan aqidah, dipersaudarakan oleh iman,
> dan bekerja untuk kepentingan Islam. Mereka tidak disatukan oleh
kepentingan
> duniawi yang biasanya lahir dari dua kekuatan syahwat; keserakahan (hubbud
> dunya) dan ketakutan (karahiatul maut).
>
> Kedua, jama'ah itu sarana, bukan tujuan. Jama'ah itu tetap diposisikan
> sebagai sarana, bukan tujuan. Sehingga tidak ada alasan untuk memupuk dan
> memelihara fanatisme sekadar untuk menunjukkan kesetiaan pada grup.
> Hilangnya fanatisme juga memungkinkan jama'ah-jama'ah itu saling bekerja
> sama diantara mereka, membangun jaringan yang kuat, dan tidak terjebak
dalam
> pertarungan yang saling mematikan.
>
> Ketiga, sistem, bukan tokoh. Jama'ah itu akan menjadi efektif jika
> orang-orang yang ada di dalamnya bekerja dengan sebuah sistem yang jelas,
> bukan bekerja dengan seseorang yang berfungsi sebagai sistem. Pemimpin dan
> prajurit hanyalah bagian dari strategi, sistem adalah sesuatu yang
terpisah.
> Dengan cara ini kita mencegah munculnya diktatorisme dimana selera sang
> Pemimpin menjelma menjadi sistem.
>
> Keempat, penumbuhan, bukan pemanfaatan. Sebuah jama'ah akan menjadi
efektif
> jika ia memandang dan menempatkan orang-orang yang bergabung ke dalamnya
> sebagai pelaku-pelaku, yang karenanya perlu ditumbuh-kembangkan secara
terus
> menerus, untuk fungsi pencapaian tujuan jama'ah itu. Jama'ah itu akan
> menempatkan dirinya sebagai fasilitator bagi perkembangan kreativitas
> individunya, dan tidak memandang mereka sebagai pembantu-pembantu yang
harus
> dipaksa bekerja keras, atau sapi-sapi yang dungu yang harus diperah setiap
> saat.
>
> Kelima, mengelola perbedaan, bukan mematikannya. Jama'ah yang efektif
selalu
> mampu mengubah keragaman menjadi sumber kreativitas kolektifnya. Dan itu
> dilakukan melalui mekanisme syuro yang dapat memfasilitasi setiap
perbedaan
> untuk diubah menjadi konsensus..
Langganan:
Postingan (Atom)