Sabtu, 24 September 2011

KISAH IBRAHIM DAN IBUNYA.

KISAH IBRAHIM DAN IBUNYA.

Dikisahkan oleh ahli sejarah, bahwa musuh telah melanggar batas negeri Muslim. Lalu Abdullah Wahid bin Zaid(Abu Ubaid), seorang khatib di basrah, menghasung orang-orang untuk berjihad. Ia memaparkan berbagai kenikmatan di surgadan juga menjelaskan sifat bidadari yang ada di dalamnya.

Ia adalah cerahnya fajar yang tenang namun riang
Diciptakan dari segala sesuatu yang istimewa
Apakah kau tahu, sang peminang mendengarkannya
Duhai kekasih, tidaklah aku lebih suka dari pada selainnya
Jangan sekali-kali kamu menyerupai orang yang bersungguh-sungguh mendapatkannya
Melamarku namun penuh kelalaian. sehingga orang-orang akan mengejeknya
Perbaikilah. Duhai andai di tolak darinya. Ketika piala itu di terbangkan bergilir. lalu brakhir ketika hajatnya selesai. setelah lari tak terkendali. sesungguhnya yang melamar diriku adalah orang-orang yang Hammam(berusaha/ antusias) Mubayyin(Terusmener us).

Syair tersebut mampu mendongkrak semangat kaum muslimin untuk bersegera meraih syurga. diiringi tangis haru, Mereka menggadaikan diri di jalan Allah Azawajalla dengan harga yang murah. Ada seorang tua renta keluar dari kerumunan para wanita menemui Abu Ubaid. Wanita itu bernama Ummu Ibrahim Al Bashriyah.

Ia berkata," Wahai Abu Ubaid, Apakah engkau mengenal anakku Ibrahim? Ia telah dilamar petinggi Basrah untuk di jodohkan dengan anak perempuannya, tetapi saya tolak. Namun sekarang aku tertarik dengan Bidadari yang engkau sebutkan. aku rela jika bidadari itu menjadi pengantin bagi anakku. Maka ulangilah sifat-sifat yang kau ucapkan di atas, agar ia tertarik padanya."

Abu Ubaid kembali bartutur,
" Jika rembulan telah sempurna di malam hari, kau lihat ia memiliki keistimewaan yang jelas dari rembulan itu.
Senyumnya menyibak gigi gigi yang indah, laksana mituara yang terpendam di kedalaman samudra.
Andai alas kakinya yang dipakai menginjak kerikil. niscaya akan tumbuh bunga dari padanya.
Kau bisa mengikat pinggangnya, yang laksana dahan raihan berdaun hijau lebat.
Kalau saja ludahnya yang manis itu jatuh kelaut niscaya air laut itu menjadi minuman yang baik bagi penduduk darat.
Allah menginginkan kematianku dalam kerinduan padanya, dengan begadang mata untuk meraih kebaikan hidup sesudah mati."

Mendengar ucapan tersebut, orang orang merasa terkesiap, Sontak Gemuruh Takbir menggetarkan setiap ujung ujung syaraf yang ada di saat itu. Ummu Ibrahim bangun lalu berkata. "Wahai Abu Ubaid, Demi Allah aku telah ridho dengan bidadari itu sebaai pendamping ibrahim. apakah kau mau menikahkan mereka sekarang juga, dengan mengambil sepuluh ribu dinar sebagai maharnya sebagai maharnya dariku ? Semoga Allah menjadikannya pahlawan yang mati syahid, sehingga mampu memberi safaat bagiku dan bapaknya di hari kiamat."

Abdul wahid berkata, " Baiklah, Aku bersedia , Semoga kalian berdua mendapat keberuntungan yang besar," Sang ibu berteriak, " Hai Ibrahi....m. ..... Hai Ibrahi...... m.." Lalu Seorang pemuda tampan berkelebat keluar dari kerumunan manusia sambil berkata, "Baiklah ibu .... Baiklah Ibu....". " Wahai Anakku, Apakah engkau rela dengan bidadari sepert yang disebut tadi sebagai istrimu, dengan jantungmu yang kau korbankan di jalan Alloh sebagai maharnya .?" tanya sang ibu. " baiklah Ibu, aku bersedia," jawab ibrahim.

Wanita tua itu bergegas kerumahnya guna mengambil sepuluh ribu dinar. Kemudia uang itu di taruh di kamar abdul Wahid. setelah itu menengadah kelangit sambil berdoa, "Ya Alloh, Saksikanlah, bahwa aku menikahkan anakku dengan bidadari. sebagai maharnya, ia akan mengorbankan jantungnya dalam perang di jalanMu. Maka terimalah ini wahai Dzat Yang Paling mengasihi."

Lalu kepada Abu Ubaid ia berkata, " Sepuluh ribu ini adalah mahar bidadari itu . Berbekallah dengannya di Jalan Allah".

Wanita itu lalu membelu kuda dan alat perang yang sangat bagus serta untuk bekal perjalanan beberapa hari dan menitip pesan kepadanya dengan apa yang ia lihat dan apa yang ia dengar. Para mujahid lainpun sedang menata bekal perang.

Ketika hendak Berpisah dengan anaknya, Wanita itu mengalungkan kain kafan dan memberikan minyak - yang biasa di tabur pada tubuh mayat- kepada anaknya. Ia menatap anaknya, seolah degub jantungnya memuncah memecahkan tulang-tulang rusuknya, Ia berpesan sambil mengusap anaknya "Kalau kamu bertemu dengan musuh, pakailah kain kafan ini dan taburkan minyak ini ketubuhmu. Jangan Sampai Alloh Melihatmu Lalai di Jalan-Nya."

Ia mendekap anaknya , Memeluk dan menciumnya, lalu berkata," Pergilah anakku. Allah takkan mempertemukan kita lagi, kecuali kelak pada setelah hari kiamat di hadapan-Nya" .

Sepulangnya dari pertempuan itu yang di menangkan kaum muslimin itu semua penduduk keluar menyambut laki-laki, anak-anak dan orang tua.

Ummu ibrahim yang ad di kerumunan itu menatap tajam dan menyelidik setiap pasukan kemudian mendekatu Abdul wahid lau bertanya" Apakah Allah menerima hadiahku sehingga akau bahagia atau Ia mengemblikannya sehingga aku kecewa ?" Ia menjawab "Allah telah menerima hadiahmu. Aku berdo"a semoga sekarang anakmu bersama para syuhada yang di rahmati Alloh".

Seketika itu ia berteriak, " Segala puji bagi Alloh yang mengabulkan keinginanku dan menerima ibadahku." ia pulang kerumahnya yang kini ia tinggalai sendirian setelah berpisah dengan anaknya dengan sangat gembira. ia menciumi kasur ibrahim dan mendekap bajunya... hingga ia tertidur.





Dikutip dari:
Malam Pertama di Alam Kubur
Oleh - Dr A'idh Al-Qorni, MA

TAWADHU

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang – orang mukmin yang mengikutimu” (QS Asysu’ara (26): 215)

Bagaimana dengan kita? Sudahkah kita menjadi orang yang tawadhu’? orang yang tawadhu’ itu adalah orang yang memiliki akhlak mulia yang menggambarkan keagungan jiwa, kebersihan hati dan ketinggian derajat pemiliknya. Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa yang bersikap tawadhu’ karena mencari ridho Allah maka Allah akan meninggikan derajatnya. Ia menganggap dirinya tiada berharga, namun dalam pandangan orang lain ia sangat terhormat. Barangsiapa yang menyombongkan diri maka Allah akan menghinakannya. Ia menganggap dirinya terhormat, padahal dalam pandangan orang lain ia sangat hina, bahkan lebih hina daripada anjing dan babi” (HR. Al-Baihaqi)

Mawlana Sulthanul Awliya’ Syaikh ‘Abdullah Faiz ad-Daghestani berkata, “Mengapakah Nabi Muhammad SAW., menjadi seseorang yang paling terpuji dan terhormat di Hadirat Ilahi? Karena beliau-lah yang paling rendah hati di antara seluruh ciptaan (makhluq) Allah.” Beliau selalu duduk seakan bagai seorang hamba di hadapan tuan pemiliknya, dan selalu pula makan sebagai seorang hamba atau pekerja yang makan di hadapan tuan pemiliknya. Beliau tak pernah duduk di atas meja.

Karena itulah, tak seorang pun mencapai kedudukan seperti beliau di Hadirat Ilahiah, tak seorang pun dihormati dan dipuji di Hadirat Ilahiah sebanyak Penutup para Nabi, Muhammad SAW. Karena itulah, Allah SWT memberikan salam bagi beliau, dengan mengatakan: “As-Salaamu ‘Alayka Ayyuha an-Nabiyyu”, “Keselamatan bagimu, wahai Nabi!”. Allah SWT tidak mengatakan, “Keselamatan bagimu, wahai Muhammad”. Tidak!! Melainkan, “Keselamatan bagimu, Wahai Nabi!” Dan kita kini mengulangi salam dari Allah SWT. bagi Nabi SAW., tersebut minimal sembilan kali dalam shalat-shalat harian kita, saat kita melakukan tasyahhud.

Salam Ilahiah ini tidaklah dikaruniakan bagi siapa pun yang lain. Ini adalah puncak tertinggi suatu pujian dari Tuhan segenap alam bagi Nabi-Nya. Beliau telah mencapai suatu puncak tertinggi di mana tak seorang pun dapat mencapainya, semata karena kerendahhatiannya. Karena itu pula, beliau mewakili Keagungan Allah dalam seluruh ciptaan-Nya. Ego Sang Nabi telah habis dan berserah diri kepada Allah SWT., tak seperti kita, yang selalu terkalahkan oleh egonya sendiri. Seperti misalnya ketika penulisan nama seseorang, kita lupa tidak mencantumkan Bapak atau Ibu atau pangkat atau jabatan orang tersebut. Maka, bisa jadi orang tersebut akan marah karena merasa tidak di hormati atau tidak dihargai. Dan ini saya rasakan ketika saya mencetak kartu undangan pernikahan. Saya serahkan data-datanya ke percetakan, setelah selesai dicetak ada satu nama yang tidak memakai bapak. Dan apa yang terjadi, yang punya nama itu marah dan tidak hadir dalam acara pernikahan tersebut karena merasa
tidak dihormati atau dihargai.

Mengapa ego kita selalu saja mendominasi gerak langkah kita? Bisa jadi, karena kita membiarkan setan mengajari diri kita dengan tipu muslihatnya. Kita diajari oleh setan, bagaimana menjadi orang yang terhormat atau menjadi orang yang pertama. Dan kita juga diajari oleh setan bagaimana memiliki ego seperti egonya Fir’aun, Namrudz, Qarun dan lain sebagainya. Karena itulah, setiap orang kini ingin mewakili egonya mereka, bukan untuk mewakili sang penutup para Nabi yaitu Nabi Muhammad SAW.

Oleh karena itu, alangkah baiknya kalau kita menjadi wakil sang penutup para Nabi, bukan sebagai wakil-wakilnya setan yang menyesatkan, yang kesananya akan menjerumuskan kita kedalam azabnya Allah SWT dalam neraka-Nya. Maka, untuk menjadi orang yang mewakili sang penutup para Nabi, kita harus memiliki akhlak seperti beliau, yang salah satunya adalah tawadhu’ (rendah hati). Karena sifat ini telah diwahyukan oleh Allah SWT kepada beliau supaya orang-orang tidak bersikap sombong kepada yang lain, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW:

Dari Iyadl bin Himar ra. Berkata Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah telah memberi wahyu kepadaku yaitu kamu sekalian hendaklah bersikap tawadhu’ (merendahkan diri) sehingga tidak ada seseorang bersikap sombong kepada yang lain, dan tidak ada seseorang menganiaya yang lain.” ( HR. Muslim ).

Dan, Abdullah bin Jarullah dalam kitabnya Fadhlu At-Tawadhu wa Dzamu Al-Kibr memberi gambaran kepada kita tentang tanda-tanda orang yang tawadhu’, dia mengatakan bahwa ada enam tanda-tanda tawadhu’ yang harus kita miliki:

PERTAMA, engkau menonjolkan diri terhadap sesamamu, maka engkau sombong. Dan apabila engkau menyatu dalam kebersamaan dengan mereka maka engkau tawadhu’.

KEDUA, apabila engkau berdiri dari tempat dudukmu dan mempersilahkan orang berilmu dan berakhlaq duduk di tempatmu, maka engkau tawadhu’.

KETIGA, apabila engkau menyambut orang biasa dengan ramah dan wajah yang menyenangkan, dengan kata-kata yang akrab, memenuhi undangannya, maka engkau tawadhu’.

KEEMPAT, apabila engkau mengunjungi orang yang lebih rendah setatus sosialnya atau yang sederajat denganmu, atau membawakan barang-barang bawaan yang ada ditangannya, maka engkau tawadhu’.

KELIMA, apabila engkau mau duduk bersama fakir miskin, menjenguk yang sakit, orang-orang yang cacat, memenuhi undangan mereka, makan bersama mereka, maka engkau orang yang tawadhu’.

KEENAM, apabila engkau makan dan minum secara tidak berlebihan dan tidak untuk demi gengsi, sekali lagi engkau tawadhu’.

Sahabat-sahabat sekalian, semoga tanda-tanda tawadhu’ yang seperti disebutkan di atas dapat kita miliki, sehingga kita termasuk orang-orang yang mewakili sang penutup para Nabi yaitu Nabi Muhammad SAW. Amiin.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar